4/18/2015

Kamu

Kamu adalah kata yang menari nari setiap mata tertutup dan berubah menjadi bayang bayang hitam disudut ruang hati ketika mata ini terbuka. Kamu adalah apa yang tak mungkin bisa kusentuh, namun layaknya bayangan, mengikuti kemana pun sang tuan berjalan. Aku pernah mencari. Kemana hendak kutemui jika tiba tiba rindu itu kembali. Menjerit meminta sebuah pelukkan. Satu pelukkan saja. Menjadikan nyata dari bayang-bayang hitam yang bersembunyi disudut ruang.
Kamu adalah sebab lain dari lahirnya sajak sajak ku. Mengukir pilar pilar waktu menceritakan tentang hujan yang jatuhi dadaku. Mengalir lalu hilang diujung-ujung penantian yang tak menemui muara. Menguap tak bersisa. Namun hujan yang jatuh, tak turut mereda. Terus bergemuruh, tak peduli jika  dada ini tak lagi sanggup menahannya.
Kamu adalah apa yang selama ini disimpan waktu. Menyebabkan lebam biru ditempat yang seharusnya masih utuh. Melukis dengan pena seolah menceritakan tentang tangis haru. Namun kamu, penipu. Aku pernah bertanya, pada bayang yg tak tersentuh itu, bisakah luka itu  sembuh? Tak lagi menyisakan perih yang menjalari tubuh saat hujan turun dengan bergemuruh.
Dan kini, kamu adalah apa yang kita sebut sebagai kenangan. Yang selalu diantarkan oleh senja pada sebuah kepulangan. Mengeja namamu serupa meraba ukiran dibatang batang pohon kenangan. Hitam. Legam. Kasar tak terhapuskan. Tak lagi basah disebabkan darah. Tak lagi lebam dan membiru. Tidak lagi. Luka itu sembuh meski bagiannya tak lagi utuh.

Kini juga kamu adalah apa yang kulipat rapi sebagai sebuah perjalanan. Menyusunmu dalam sebuah memoar kehidupan yang sempat berserakan. Menyisipkannya dilipatan lipatan hati yang terdalam. Yang tak lagi kusentuh kecuali jika Tuhan yang menuntunkan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar