Rasa itu benar benar terlanjur tumbuh subur ditaman hatimu..
ohh yaa Tuhan..
Sudah
sebulan kamu tidak menemuinya sejak untuk pertama kalinya ia kembali tersenyum
tanpa ada kesedihan di matanya.
Dan
rasa rindu itu tidak lagi bisa kamu tutupi keberadaannya. Bahkan semakin ingin
kamu mengenyahkan perasaan itu, semakin besar pula ia menggerogoti hatimu.
Begitu menyiksa. Begitu menyakitkan. Hingga senja ini, ketika kamu tidak tahan
lagi dengan apa yang kamu rasakan, kamu memutuskan untuk datang ketaman itu.
Taman yang menjadikan sarana tempat awal kalian bertemu dan berkenalan.
Kamu
tidak menemukannya. Ia tidak disini seperti biasanya. Jadi disinilah kamu sendiri.
Disaat senja kembali kelabu dan rintik hujan mulai turun. Dingin. Angin dingin
itu pun tidak lagi sama rasanya dengan angin dingin di awal perkenalan kalian
yang terasa sejuk. Angin dingin ini justru membawa rasa kebekuan yang mencekam
bagi dirimu.
Kamu
masih diam di bangku taman ini. Tenggelam dalam fikirmu tentang dirinya
ditengah gerimis yang mulai merapat. ‘
apakah ia telah melupakanku? Atau apakah ia telah menemukan kebahagiaannya yang
lain diluar sana?’
Ditengah
kesibukanmu dengan sejuta Tanya dalam jiwamu,tanpa sadar gerimis yang mulai
membasahi seluruh tubuhmu berhenti menyentuh. Padahal kamu tau gerimis tidak reda saat itu. Pikiranmu terlalu beku untuk
menyadari seseorang yang dalam diam menghampiri dan duduk tepat disisimu.
Hingga ia menyapamu terlebih dulu, “ Evan, sedang apa kamu ditengah gerimis
ini?”
Kamu
tersadar. Menoleh kearah sumber suara yang begitu lembut dan sangat familiar di
telingamu. Matamu dan mata gadis itu beradu.
Aurora. Yaa.. gadis itu Aurora. Gadis yang selama ini selalu menangis
dipundakmu. Gadis yang selama ini dengan usaha dan ketulusanmu kembali
tersenyum meninggalkan pedih luka yang membelenggunya. Dan kini, gadis itu ada
disisimu, memegang sebuah payung untuk melindungi kalian dari gerimis senja
itu.
Kamu
hanya diam menatap matanya. Matanya yang kembali tersiratkan kesedihan seperti
awal kalian bertemu. Mata itu sendu. Kenyataan itu menyadarkanmu dan memaksakan
lidahmu untuk mengucapkan sesuatu. Namun yang kamu ucapkan hanyalah namanya.
Begitu lirih seakan tenagamu telah membeku karena dinginnya cuaca.
“
Aurora..”
“ kemana saja kamu selama ini?
Kenapa kamu menghilang..? Evan.. tolong jelaskan apa yang sedang terjadi padamu
selama ini..”
Ucapannya
begitu menggebu. Namun dibalik itu semua, di matanya yang indah, kini kamu
temukan kembali selaput bening kepedihan itu lagi. Kamu terkejut. Berusaha
menerka apa yang sedang terjadi dengan gadis yang kamu sayangi.
“ Aurora, ada apa?” tanyamu sambil
menyeka tetesan pertama yang keluar dari mata indahnya.
“ kamu masih bertanya da apa, Van?!
Setelah semua yang telah kamu lakukan padaku.” Ucapan gadis itu tercekak dengan
tangisnya yang tidak sanggup ditahannya lagi.
Langit
belum memberikan tanda tanda gerimis akan berhenti. Dan kamu berusaha dengan
keras meresapi dan memahami apa yang baru saja dikatakan gadismu. Disaat kamu
mulai melihat dan mengerti maksud yang tersembunyi itu, gadis itu melanjutkan
ucapannya.
“kamu menghilang Van..!! kamu
menghilang dari hadapanku selama ini..!! kamu datang secara tiba tiba ditengah
kesedihanku. Dan kini setelah kamu berhasil mengeluarkanku dari keterpurukkan,
kamu menghilang tanpa sebab. Tolong katakana Van, apa yang telah aku perbuat
hingga kamu meninggalkanku sendiri selama ini..”
Emosinya
semakin keluar ditengah tengah gerimis yang kini semakin deras. Kamu tersadar,
apa yang selama ini kamu yakini untuk membakar hidup hidup perasaanmu terhadap
gadis itu, justru telah kembali melukai hatinya.
“ Aurora, aku…” kata katamu dipotong
olehnya.
“
seharusnya kamu tidak perlu membantuku untuk keluar dari masalahku jika pada
akhirnya kamu juga akan meninggalkanku, Van. Sungguh kamu tidak perlu
melakukannya. Membuatku kembali tersenyum atau tertawa jika pada akhirnya kamu
kembali membuatku seperti ini..” akhirnya tangisnya pecah.
Gadis
yang selama ini dengan usahamu membuatnya kembali tersenyum, gadis yang dulu
pertama kali kamu mengenalnya dan berjanji pada dirimu sendiri untuk menjaga
agar tidak lagi merasakan kesedihan, kini justru kamu sendiri yang membuatnya
kembali menangis. ‘ Ya Tuhan, apa yang
telah ku perbuat..’
Ditengah
gerimis senja itu, kamu menyadari kesalahan dan hal bodoh yang telah kamu
perbuat. Tindakanmu yang gegabah telah membuat gadis yang kamu sayangi menangis
seperti ini.
Perlahan,
kamu mendekap tubunya dan membiarkan tangisnya tumpah dalam pelukanmu. Ya..
kamu menyesal. Dan kini kamu kembali berjanji untuk tidak pernah meninggalkan
dirinya lagi.
“maafkan aku. Mulai sekarang, aku
tidak akan meninggalkanmu lagi..” ujarmu lirih ditelinganya seraya membelai
lembut rambutnya yang terurai.
“ berjanjilah padaku, Van..”
pintanya
“ aku berjanji..” ucapmu pelan namun
tegas dan menariknya lebih erat dalam pelukanmu.
---------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Dan disini, saat ini. Ketika bunga bunga ditaman ini kembali
bermekaran indah di tahun keduan kamu mengenalnya.
Dibangku
taman ini yang dulu pertama kalinya kamu mengenal gadis manis ini. Kini ia
tidak lagi sedang menangis. Justru ia sedang tersenyum manis padamu. Kamu
mengatakan sesuatu yang membuatnya tertawa.
Indah.
Begitu indah. Ditengah keindahan bunga yang merekah dan menebarkan bau harum,
namun tepat disisimu sekarang, sekuntum bunga kembali mekar jauh lebih indah.
Jauh lebih harum. Dan bunga itu bernama Aurora.
“ kamu suka taman ini?” tanyamu
padanya
“ ya.. aku sangat menyukainya..”
jawabnya tanpa menghapus senyum dibibirnya.
“ehmm.. kalau kamu menikah dengan ku
di taman ini, kamu bersedia??”
Ia
terdiam. Lalu tawanya pecah. “ apa kamu sedang bercanda lagi Van?”
“Tidak. Apakah wajahku terlihat
seperti bercanda?” tanyamu dengan menatap kedalam matanya dan menenggelamkan
tangannya dalam genggamanmu.
Ia
menyadari nada serius dari bicaramu. Ia pun tertunduk menatap tangannya yang
hilang di dalam genggaman tanganmu.
“ a.. a..aku..” ucapnya tergagap.
Ada semburat merah dipipinya yang mulus. “ apakah ini tidak terlalu terburu
buru?”
“ tidak. Aku cukup mengenalmu.
Begitu pun kamu. Aku rasa aku tidak terburu buru…”
“ehh.. ta.. tapi..” ucapnya masih
tergagap karena gugup.
“ oh Astaga Aurora.. jangan katakan kalau
aku terlalu tampan untukmu...” katamu dengan senyum yang merekah berusaha
menggodanya.
Ia
mengangkat kepalanyanya dan tertawa karena ucapanmu.
“hahaha..
yang benar saja. Apakah aku tidak cukup cantik untuk mu?? “Tantangnya padamu
lalu kalian tertawa bersama
Hanya saja, Apakah kamu tidak akan menyesal
menikahiku?” Tanya gadismu setelah tawa kalian reda.
Kamu
terdiam. Mata topasmu menatap lekat lekat kedalam matanya yang indah. Tatapan
itu membuatnya menunduk karena malu. Dengan perlahan kamu menyentuh dagunya dan
mengangkatnya hingga kamu bisa melihat mata indah itu, lalu bertanya
“
Apakah aku punya alasan untuk menyesalinya??”
Ia
terdiam membalas tatapanmu dan dengan tegas menggelengkan kepala seraya
berkata,
“
Tidak.”
“
lalu, maukah kamu menikah dengan ku?” pintamu sekali lagi padanya.
Disaat
itu semburat merah diwajahnya kembali lagi. Namun kali ini ia tidak menghindar
dari permintaanmu. Justru ia mengangguk dan berkata, “ Ya.. Aku mau..”
Dan
kamu langsung memeluknya erat.
“
Terima kasih karena telah bersedia menikah dengan ku. Aku sangat bahagia “
“ begitu pula denganku..”
Sekuntum
bunga lagi telah mekar ditaman senja itu. Mekar dengan menebarkan aroma kebahagiaan
dari sebuah rasa yang begitu tulus. Sebuah hasrat yang dulu kamu yakini tidak
pernah terbalas, sebuah hasrat yang dulu selalu kau hancur setiap ia mulai
mekar ditaman hatimu.
Namun
tidak seperti pertemuan pertama kalian yang diiringi dengan gerimis dan awan
kelabu. Kini justru langit begitu cerah walaupun gerimis baru saja beranjak
pergi. Tetesan gerimis masih meninggalkan bekas di rerumputan. Bergentung
ditepi tepi daun yang masih basah. Tetesan sisa gerimis itu berpendar diterpa
sinar jingga di senja itu. Dan disudut langit sana, pelangi terlukis begitu
indah di kanvas Sang kuasa. Dan Aurora pun kembali bersinar menemani langit
kutup bersama salju.
“Pelangi itu indah ya..” ujarnya
sambil melepas pelukannya.
“ya.. indah. Tapi, taukah kamu apa yang
lebih indah saat ini??” tanyamu
“ehmm.. apa itu?”
“ melihat indahnya Aurora
dihadapanku yang orang lain hanya bisa melihatnya di kutup yang tertutupi salju
abadi..” ujarmu sambil menatap kedalam matanya yang bening.
Ia
hanya tersenyum menatapmu dalam diam. Lalu dengan perlahan wajahmu mendekat
kewajahnya. Begitu perlahan. Menanti raeksinya terhadap apa yang kamu lakukan.
Namun ketika jarak wajah mu semakin mendekat, ia menutup matanya. Disaat itulah
kamu melihat keindahan dan kecantikan wajah gadismu dari dekat. Dan dengan hati
berdesir, kamu pun menutup matamu. Merasakan setiap hela nafasnya.
Ciuman
pertama itu pun terjadi. Begitu indah, begitu lembut, begitu manis. Semanis
aroma bunga yang sedang bermekaran di sekitar kalian. Seindah warna warni
kelopak bunga yang merayu kumbang. Selembut tetesan gerimis yang membasahi
bunga bunga di taman ini. Taman Seribu Bunga.
‘Kamu lihat, bukan?? Aurora tidak hanya ada di
langit kutup yang tertutupi salju. Tapi disini, ditempatku sekarang, Aurora itu
lebih indah dan bersinar dibawah sinar jingga senja yang menawan. Tanpa salju,
tanpa rasa dingin, tanpa kebekuan. Keindahannya berpendar dibawah sinar
matahari yang memberikan kehangatan..’