1/04/2014

Hujan dan Secangkir Vanilla Latte

Tak banyak yg bisa ku tuliskan. Hanya tentang seberkas embun yg menempel dikaca kaca jendela dan bias hujan yg menghujam atap rumah dan beberapa tumbuhan disekitarnya. Terbang bersama hembusan angin dari utara.

Gemuruh, guntur dan teriakan anak anak bermain dibawah guyuran hujan menjadi musik alam yg ku nikmati saat ini. Ditemani secangkir Vanilla Latte hangat, jemari ku manari diatas huruf huruf  keyboard menceritakan ttg mereka.

Ahhh.. tidak ada yg istimewa.. ya.. tidak ada yg istimewa. Hanya hujan biasa menjelang Zuhur. Tapi bagi mereka, ini merupakan hal yg mengasyikkan. Ketika ibu ibu mereka sedang tenggelam didapur dapur panas menyiapkan makan siang untuk keluarganya, anak anak itu turut mengambil kesempatan ntk tenggelam dalam canda tawa, berlari kesana kemari, berteriak dalam pelukan hujan yg tak kunjung mencapai akhir. Bahkan teguran gemuruh tak menghentikan mereka untuk menghentikan aksi mereka dalam hujan.
 Ahh... Anak- anak..

                “Putriiii... jangan main hujan.. ayo pulangg..!!”
                “Iyaaaa Bundaaaa... Sebentar lagiii..”


Suara teriakan itu tak urung ku dengar dibalik deras hujan yg turun. Seorang ibu dengan kain celemek masih menempel dibadannya keluar memanggil si anak ntk pulang. Dan si anak?? Jangan ditanya. Hanya menjawab sepintasnya  lalu berlari lagi dengan teman teman sebaya sambil tertawa ria. Tanpa beban. Tanpa rasa bersalah. Tak dihiraukannya ibunya yg menggeleng gelengkan kepala melihat tingkah si anak.

Mereka masih saja berlari lari, bermain dalam hujan. Tertawa lepas tanpa menghiraukan dingin yg membuat sekujur tubuh mereka menggigil tanpa ampun.

                “Aduuhhh...”

Lirih ku dengar suara mengaduh itu berasal dari seorang anak dengan rambut kuncir kuda yg sudah kuyup dan bibir yg bergetar menahan dingin. Gadis itu tersungkur ntah karena apa. Tadinya ku fikir ia akan langsung menangis sambil memegangi lututnya yg terluka dan mengeluarakan cairan merah yg tersapu hujan, lalu teman temannya menghampiri ntk menenangkan tangisnya.  Tapi ternyata fikirku terlalu mendramatisir. Ia justru berdiri dan kembali berlari mengejar ketertinggalan  dari teman temannya seolah ia tidak pernah terjatuh dan terluka..

                “Heiiii... tunggu akuu..”

Ahh.. dasar anak anak... Menikmati setiap waktunya hanya dengan tertawa. Tak peduli berapa kali ia terjatuh, berapa luka yg ia peroleh, ia akan bangkit dan kembali berlari seolah tak jera. Tak peduli siapa yg akan melarang,  kelakuan apa yg membuatnya dimarahi dan karena apa ia menangis, beberapa waktu kemudian ia akan tertawa lagi.

 Aku tersenyum miris. Nanti, 10 tahun atau lebih, masih mampukah ia melakukan hal yg sama seperti sekarang.?? Jatuh, tidak peduli seberapa dalam dan terluka seberapa parah, ia akan bangkit tanpa menangis lalu berlari kembali menganggap semua baik baik saja.. bisakah??

Aku menghela nafas panjang, ,lalu Ku sesap kembali Vanilla Latte yg tinggal setengah. Perpaduan kelembutan dan manisnya kream menyeruak dalam rongga mulutku. Dan di ujung rasa hanya tertinggal pahit espresso yg tak terlalu mendominasi.  Aku tersenyum lagi. Namun kali ini berbeda.  Senyum yg membuatku menelan pil rindu kembali ke masa dimana aku berada diposisi mereka.  Masa bermain dan tertawa lepas.
Aku.. benar benar merindui dimana aku bebas menangis mengekspresikan rasa sakit. Bebas tertawa mengekspresikan rasa bahagia.  Bebas marah untuk mengekspresikan rasa tak  suka tanpa harus berfikir aku nanti akan menyakiti orang lain..

Hujan semakin menipis menyisakan gerimis. Namun dingin dan suara tawa mereka tak kunjung ku temukan tanda tanda akan berhenti.  Sesekali mereka menyapaku yg tengah asyik menyaksikan kelakar mereka dibalik tirai gerimis hingga seruan Tuhanku berkumandang dari pilar yg menjulang.

Huuffttt...sudah. kini saatnya kembali ke masa kini. Tegukan terakhir Vanilla Latte telah mencapai tenggorokanku. Bergegas diri menyimpan catatan kecil hasil dari tarian jemariku. Menutup semua aplikasi yg ku buka dan beranjak dari tempat bersantai disela sela waktu. Bersiap bertemu sang pencipta.
Hujan tadi masih saja menyisakan gerimis ntk menyembunyikan matahari dan sengat panasnya. Dingin.. semoga pertemuan ku dengan Sang Pencipta mengubah dingin itu menjadi hangat.

                “Kalian tidak sholat?? Sudah azan lhoo.. ayo bergegas. Nanti main lagi.. “ ujar ku pada mereka sebelum masuk kedalam.
                “ iya kaaakkk..” jawab mereka kompak seperti paduan suara. 

Dan aku yakin.. arti dari jawaban mereka itu bukan  mematuhi apa yg aku katakan. Melainkan sebuah jawaban bahwa mereka mendengar apa yg ku katakan..

ahhh..  Dasar Anak- Anak...

04 Januari 2013, 12.49WIB

Tidak ada komentar:

Posting Komentar