12/17/2015

Tentang Akan Seperti Apa (Kita) di Hari Esok

Sekali lagi, aku merubah posisi tidurku. Meski lampu sudah dipadamkan, namun masih saja mata ini tak bisa terpejam. Tak peduli dentang jam yang sedari tadi terus bernyanyi-nyanyi. Tak peduli dengan dengan nyanyian malam yang sudah lelah meminta untuk terlelap. Mata ini masih menyalang. Terang.

Malam sudah larut ketika aku memikirkan mu. Semakin larut, bukan semakin lelah namun semakin besar pula gaya magis itu menarikku untuk memutar semua tentangmu layaknya layar lebar yang kita tonton bersama beberapa waktu yang lalu. Malam ini aku mengingatmu dengan baik. Mengingat tiap caramu tersenyum, wajah seriusmu ketika sedang menimbang sebuah keputusan, caramu menyisir rambut ketika gugup atau detil parasmu ketika tertawa. Dan semua percakapan kita tempo hari terus menggema. Tentang mimpi-mimpi yang ingin kita capai bersama. Tentang menjawab tanda tanya kehidupan. Tentang hidup. Tentang akan seperti apa kita jalani esok hari. Pembicaraan ringan yang diselingi tawa namun begitu memiliki arti bagi kita. Setidaknya untukku saat itu.

Ada setidaknya 551 malam kita lalui bersama sejak kita memutuskan untuk saling berbagi dan malam itu kita melaluinya dengan amat sangat manis. Melukis mimpi, merancang asa, mencoba mengukir nasib dan melirihkannya dalam nyanyian terbaik kepada Tuhan agar menjadi sebuah takdir. Indah. bahkan kata indah sekalipun terlampau sederhana untuk semuanya.

Semakin larut, suara-suara pembicaraan kita semakin jernih menggema namun begitu jauh tak terjangkau. jauh. ntah karena apa. menjadikan jantungku berdegup kencang akibat spekulasi-spekulasi semu tentang seperti apa hari esok. Mungkin hal tersebut juga yang menyebabkanku bermimpi buruk beberapa malam ini. Memikirkan yang seharusnya tak perlu dipikirkan. Membayangkan yang sebenarnya tak seburuk apa yang dibayangkan.

Derit tempat tidur masih menjerit tiap kali aku mengubah posisi tidur untuk mencari kenyamanan. Mencoba mengabaikan suara-suara yang terus menggema. Mencoba mendamaikan hati bahwa semuanya akan baik-baik saja. Mencoba memberi pengertian, bahwa hidup memanglah tentang ribuan tanda tanya. Akan ada begitu banyak tanda tanya ketika kita melihat jalan di hadapan kita. Yang bisa saja sepintas terlihat indah namun menyembunyikan kepedihan dari luka yang terdalam atau terlihat begitu menakutkan namun siapa sangka di dalamnya terpeluk sejuta keindahan yang melahirkan kebahagiaan.

Sudahlah, ini sudah terlalu larut. Akan seperti apa hari esok, biar saja waktu melukis perlahan tentang mimpi-mimpi kita. Memberikan kesempatan pada mentari bersinar terlebih dahulu. Tak perlu terburu-buru. Tak lagi ingin memikirkan kekhawatiran semu yang lahir dari spekulasi. Sebab padamu, telahkutitipkan sekeping hati dalam kotak kepercayaan. Dan menjadikan setiap tanda tanya kehidupan dirangkai menjadi sebuah cerita tentang kita.


8/12/2015

Hari-Hari Jatuh Cinta dan Menahan Rindu

Dear.. menyenangkan rasanya memutar memori kebersamaan kita seperti kaset rusak difikiranku. Menayangkan berulang-ulang saat kamu tertawa atau tersenyum. Menikmati tiap detil parasmu.
Beginikah jatuh cinta itu? Jatuh dan cinta.
Hari-hari jatuh cinta.. 7 x 24 jam
Tersenyum seperti orang gila setiap mengingat hal konyol yang kamu atau kita lakukan bersama. Dan sapaanmu adalah sesuatu yang selalu dinanti. Entah itu hanya pesan singkat yang mungkin terlalu basi, standar, tidak penting atau apalah namanya bagi orang lain, untuk sekedar dikatakan. Hal-hal yang biasa terdengar luar biasa jika itu dilakukan oleh mu. Dalam kesederhanaan perbuatan yang berjubah ketulusan, menjuntai buah keistimewaan yang ranum ntk kita petik bersama.
Hari-hari jatuh cinta padamu adalah hari-hari menahan rindu..
Pertemuan adalah oase bagi rindu yang kita punya. Menanti sebuah pertemuan, melewati waktu yang berjalan begitu lambat. Seolah ketentuan  1 hari = 24 jam tidak berlaku tanpa sebab. Waktu merangkak pelan sedangkan rindu bak air bah yang memporak-porandakan taman. Hingga keluhan tak kuasa ditahan meski sabar sudah dikedepankan.
Dear.. tidakkah yang kita miliki sekarang terlampau sederhana untuk dijabarkan? Namun mengapa tetap saja masih sulit untuk dijelaskan?
Ahh sudahlah, bukankah tanpa diterangkan, cinta ternyata lebih terang?

Yang jelas, aku mencintaimu. Dan aku tau, dari matamu yang menatapku, kamu pun mencintaiku. Sesederhana itu

11.08.2015; 19.35
_420hari sejak kita memutuskan ntk menghabiskan waktu bersama

4/18/2015

Kamu

Kamu adalah kata yang menari nari setiap mata tertutup dan berubah menjadi bayang bayang hitam disudut ruang hati ketika mata ini terbuka. Kamu adalah apa yang tak mungkin bisa kusentuh, namun layaknya bayangan, mengikuti kemana pun sang tuan berjalan. Aku pernah mencari. Kemana hendak kutemui jika tiba tiba rindu itu kembali. Menjerit meminta sebuah pelukkan. Satu pelukkan saja. Menjadikan nyata dari bayang-bayang hitam yang bersembunyi disudut ruang.
Kamu adalah sebab lain dari lahirnya sajak sajak ku. Mengukir pilar pilar waktu menceritakan tentang hujan yang jatuhi dadaku. Mengalir lalu hilang diujung-ujung penantian yang tak menemui muara. Menguap tak bersisa. Namun hujan yang jatuh, tak turut mereda. Terus bergemuruh, tak peduli jika  dada ini tak lagi sanggup menahannya.
Kamu adalah apa yang selama ini disimpan waktu. Menyebabkan lebam biru ditempat yang seharusnya masih utuh. Melukis dengan pena seolah menceritakan tentang tangis haru. Namun kamu, penipu. Aku pernah bertanya, pada bayang yg tak tersentuh itu, bisakah luka itu  sembuh? Tak lagi menyisakan perih yang menjalari tubuh saat hujan turun dengan bergemuruh.
Dan kini, kamu adalah apa yang kita sebut sebagai kenangan. Yang selalu diantarkan oleh senja pada sebuah kepulangan. Mengeja namamu serupa meraba ukiran dibatang batang pohon kenangan. Hitam. Legam. Kasar tak terhapuskan. Tak lagi basah disebabkan darah. Tak lagi lebam dan membiru. Tidak lagi. Luka itu sembuh meski bagiannya tak lagi utuh.

Kini juga kamu adalah apa yang kulipat rapi sebagai sebuah perjalanan. Menyusunmu dalam sebuah memoar kehidupan yang sempat berserakan. Menyisipkannya dilipatan lipatan hati yang terdalam. Yang tak lagi kusentuh kecuali jika Tuhan yang menuntunkan.

3/25/2015

Kepada Lelaki yang Berkurang Usia (26 Origami Hati)


Selamat Ulang Tahun My Man..
Selamat bertambah umur dan berkurang usia, Dear..
Semoga keberkahan hidup melimpah padamu.
Dengan segala kasih, sayang dan rindu dari tempatku berdiri sekarang, kulantunkan syair untuk Sang MahaCinta agar sudi kiranya selalu memberikanmu kesehatan.. 

kemurahan rizeki..
kemudahan segala urusan duniamu..
kebaikan dalam hidupmu..
kebahagiaan..
kecemerlangan karir..
serta kedewasaan dalam menyikapi hidup..
Aku tak punya apapun untuk kuberikan padamu selain doa dan cinta yang tak sempurna seperti yang kamu harapkan dalam mimpimu. Aku hanya punya itu. Lalu, bersediakah kamu menerimanya?
Dalam sepucuk surat ini aku hadir memelukmu dalam doa dihari bahagiamu. Hari dimana kamu dilahirkan dan disambut tangis bahagia oleh kedua orangtuamu. Dari kertas lusuh yang mungkin akan pias dimakan waktu, aku memangkas jarak, meminta dgn segala kerendahan hati agar sudi kiranya kamu memaklumi keterbatasanku untuk merengkuhmu menggunakan tanganku langsung. Aku minta maaf. Tapi kumohon percayalah sayang, inginku merengkuhmu begitu besar. Membawakan kue ulang tahun dengan lilin menunjukkan usiamu adalah harapan terbesar.
Berbahagialah dihari jadimu sayang.. semoga kamu selalu bersyukur atas nikmat Tuhan yang tak pernah surut untuk para hambanya..

Sekali lagi, selamat ulang tahun cintaku, lelakiku, kekasih hatiku..




26 Origami Hati_11.14.2014

Rindu...

Rindu.. satu kata itu selalu menjadi favorit ku setelah 3 kata yang sering kamu ucapkkan; “ aku mencintai mu”. Satu kata yang mampu membuatku tersenyum bahagia. Membuatku benar benar ingin menghabiskan sisa waktuku untuk menemani harimu.
Hari ini terhitung 281 hari sejak pertama kali kita memutuskan untuk saling berbagi. Dan  ntah berapa ratus kali kata “rindu” itu kita ucapkan. Aku menyukainya, selalu. Satu kata yang selalu menjadikanku merasa dibutuhkan olehmu untuk tetap hidup dengan baik.
Mungkin ini terlalu sederhana bagi kita. Atau mungkin orang lain menganggapnya terlalu berlebihan. Kasmaran. Begitulah kata mereka untuk dua sejoli yang sedang memadu kasih. Terserah. Aku tidak peduli. Biarkan saja orang lain berkata apa tentang kita, yang jelas, aku menyukai setiap kata rindu darimu. Ntah itu melalui pesan singkat atau rengekan manja yang keluar dari bibirmu.
Jika sudah begitu, ingin rasanya aku memangkas jarak, bernegosiasi agar bermurah hati untuk dapat bertemu. Merayu waktu agar bersedia menyediakan tempat untuk rindu. Membiarkan lengan lenganku merengkuhmu dalam kenyamanan. Menjadikan satu rasa yang meronta itu bertemu dalam dekapan.

Aku tau, rindu bukan hal yang mudah untuk ditenangkan. Serupa rengekan anak kecil yang tak kunjung usai sebelum permintaannya terpenuhkan. Akupun merasakan. Nyaris setiap hari. Mengerikan bukan? Ah.. sudahlah. Biarkan saja rindu ini tetap bersarang didada kita. biarkan Ia meronta atau merengek pada jarak dan waktu. Berharap ‘mereka’ bermurah hati pada rindu yang membiru. Hingga akhirnya kita bertemu. Rindu.

Rindu__03.21.20015

1/26/2015

Dongeng Penghantar Tidur (Sepucuk Surat utk Kekasih)

Sayang.. coba dengarkan. Aku punya satu cerita untuk mu. Cerita penghantar tidur. Bukan... ini bukan tentang cinderella yang berdansa dengan pangeran dan kehilangan sepatu kacanya, bukan tentang rapunzel dan rambut panjangnya, bukan tentang putri tidur yang menanti pangerannya, apalagi tentang putri ariel yg rela kehilangan suaranya untuk bisa menjadi manusia dan berada disisi orang yang dicintainya meski akhirnya ia hilang menjadi buih dilautan. Sekali lagi kukatakan,bukan.. ini bukan tentang kisah mereka. Jadi, cobalah mendekat. Rebahlah disampingku. Kamu bisa memejamkan matamu sembari mendengarku bercerita, aku akan menghantarkanmu ke sebuah gerbang mimpi indah yang belum pernah kamu masuki..
Dengarlah...
Ada seorang gadis mencintai seorang lelaki yang tidak pernah sedikit pun terfikir olehnya bisa memiliki hati lelaki itu seindah ini. seorang lelaki yang sejak lama ia kagumi. Manis.. Dia-lelaki itu- begitu manis. Tersenyum dengan lembut, tertawa menularkan kebahagiaan, berkata memberikan kehangatan. Lelaki itu seperti langit. Yang biru mendamaikan, yang luas melingkupi dunia; dunianya. Yang rela meredup agar bintang menunjukkan keindahan malam. Yang bersedia memberi pelangi setelah hujan. Yang menyediakan kehangatan mentari dan kesejukan gerimis pagi. Langit yang indah dengan senja yang menawarkan ketenangan jiwa; jiwanya.

Ada seorang gadis yang mencintai seorang lelaki. Seorang gadis yang tak pernah tau alasan mengapa ia bisa mencintai lelaki itu sedalam ini. Gadis itu menyukai senyumnya, merindui suaranya. Ia menyukai tatapan matanya. Tatapan mata seorang lelaki yang sedang mencintai. Yaa.. tatapan cinta yang begitu hangat selalu terpancar  tiap kali ia menatap gadis itu. Namun, bukan karena itu sang gadis mencintainya. Bukan karena senyumnya, suaranya, mata indahnya atau bahkan wajahnya.
Sang gadis mencintainya karena dirinya. Hanya dirinya.
Mencintai lelaki itu karena semua yang ada padanya.
Umm?? Siapa mereka?? Kamu ingin tau siapa mereka??
Baiklah, aku akan memberi tau mu. Ayo pejamkan kembali mata mu. Kita akan bertemu dengan mereka..
Sayang.. kamu lihat gerbang yang kukatakan diawal cerita  tadi? Sebuah gerbang menuju sebuah taman. Bunga-bunga mekar dengan warna warni yang indah, kupu-kupu yang berterbangan, rumput hijau layaknya permadai nan lembut. Taman itu, taman seribu bunga. Masuklah sayang.. langkahkan kakimu menuju ke dalamnya. Kan kamu temui jawaban apa yang kamu pertanyakan tadi. Tentang seorang gadis dalam ceritaku tadi.
Kamu sudah menemukannya? Ia sedang duduk dibangku taman itu menunggu lelakinya..

Dear, My past (The Last Letter)

Assalamualaikum my Favourite mistake.. my past..
Aku menyapamu dengan segala kerendahan hati dan setangkup rindu akan keakraban kita beberapa puluh hari yg lalu, ah tidak, mungkin hitungan hari itu telas mencapai ratusan. Ya.. aku memang lupa ntah kapan kita terakhir kalinya bercanda bersama.
My past, are you okay? Dear, doaku kan selalu menyertaimu. Ntah sampai kapan nanti kita bertemu, kuharap tak ada lagi rasa sakit itu menggerus kalbu. Nanti, jika suatu saat cerita ini sampai padamu, akankah kamu membacanya sampai akhir? Sampai titik, sampai kata kata ini bosan menceritakan semua tentangmu. Sampai jemariku tak sanggup lagi mengetik namamu.
Dear, aku telah sampai disatu titik dimana naluri pengabdianku mencuat seperti kembang api, meletup mewarnai hitam langit. Dan aku, untuk pertama kalinya bersyukur pada Illahi telah memberikan anugerah itu. Dan untukmu, aku mengucapkan terimakasih banyak krn telah menjadi orang pertama untuk meyakinkanku tetap berjalan dipilihan ini.
Dear, apakah tujuanmu telah tercapai? Masih bolehkah aku mendengar cerita perjalananmu hingga kamu mencapai titik tempatmu berdiri sekarang? Aku.. entahlah.. mungkin merindukanmu. Aku ingin mendengar ceritamu, mendengar tawa dan melihatmu bercerita dengan senyum bangga penuh kesombongan itu. Tak kupungkiri sesaat lalu aku sempat melupakanmu. Dan setiap itu berhasil melepaskan apa yg pernah kita lalui bersama, saat itu pula bisikan itu datang dan mengembalikanku ke dimensi dimana ada kamu dibalik senyum dan tangisku. Ntah apa penyebabnya.
Sayang? Tidak, tentu saja itu tidak lagi menjadi penghuni hatiku.  Aku sudah berbenah dan melipat rapi tentangmu disudut lipatan terdalam hatiku. aku tak ingin kembali kecuali membukanya untuk sekedar mengenang krn siapa aku bisa berubah sejauh ini. Singgahlah sesekali. Tidak untuk menepi namun hanya menyapa. Aku ingin mendengarmu bercerita dgn penuh gebu. Aku ingin bisa melihatmu yg tersenyum angkuh seperti masa itu. Singgahlah sebentar. Singgahlah, dan biarkan kita menghabiskan senja sehari saja dengan cerita cerita sehangat dan semanis coklat panas.

1/25/2015

Selaksa Rindu di Kaki Langit Senja

Assalamualaikum langit, Apa kabar senjaku dikejauhan? Disini, secangkir kafein menguar aroma pekat kerinduan yang tak bertuan. Menyublin ke udara bebas, membelenggu penciuman.

Bahasa yang diam tak berarti ia tak mengatakan. Ketika dari kejauahan siluet yang dirindukan begitu jelas tergambar dikanvas Tuhan, lirih bibir melantunkan permohonan.

Apalagi yang mampu diri lakukan? Ketika tangan tak sampai untuk merengkuh, maka doalah satu satunya yang mampu mempertemukan. Dalam balutan kasih sayang, kita bertemu dalam waktu waktu terbaik bertemu Tuhan.

Kita titipkan rindu dalam lantunan. Lirih merdu hati mendendangkan syair ketenangan. Berharap jarak yang membentang bukan jadi penghalang. Sebab hati yang bertautan menjadi sandaran keyakinan.


Ahh... langit sudah berubah pekat kehitaman. Mega jingga telah menjadi kenangan. Sudahkah senjaku tenggelam dikejauhan?